Sabtu, 14 November 2009

WHO KNOW THE FUTURE?

Entah bagaimana aku jadi ingat kalo dulu aku sama sekali tidak pernah memperkirakan masa depanku seperti sekarang ini. Aku tau sih, banyak hal2 buruk yg bisa saja akan menimpa kita. Tapi tidak menyangka saja kalo bentuknya seperti ini. Yang lebih tidak disangka lagi adalah ‘aku’ menganggap ini sbg hal yg buruk. Bagaimana aku tdk heran? Di masa lalu, orangtua dan embel2nya bagiku Cuma hiasan nama. Well, setiap kali memperkenalkan diri paling tidak aku pasti mengikutkan nama ortuku. Soalnya dulu aku pernah ditanya `waktui kecil` nama ortuku siapa dan aku gak bisa jawab. Saking tajirnya nama ortu waktu itu, tanpa kusebutpun mereka sdh tau.Yg akhirnya aku nmalah balik nanya ke orang lewat, gini: ‘yg punya supermarket ini siapa ya, namanya?”
Malu2in bgt’kan? Makanya tiap kali berkenalan, aku langsung nyebut nama ortu.
Saking gak pentingnya ortuu untuk aku di saat itu. Bangga sih, sama mereka. Tapi gak merasa sedih tuh, kalo ditinggal mereka. Itu dulu!!! Sekarang baru kena deh! Rasanya pingin meng’set-up perasaan aku thp mereka kembali seperti dulu. Tapi, udah gak bisa lagii! Seiring waktu Tuhan malah memperlihatkan sisi2 ortu yg gak aku tau sebelumnya. Membuat aku merasa keberadaan mereka lebih dekat dan lebih ril. Lucunya, itu malah terjadi setelah mereka bercerai dan aku hrs bolak-balik kje rumah papi-mami. Di saat mereka udah gak bisa lagi aku ‘pegang’ .Menyesal selalu di belakang emang. Tapi, anggap saja ini hukuman yg harus saya terima karma sdh merehkan keberadaan dan arti seorang ortu. Maksud saya, dua orang.

AKU TAHU!

Aku tahu. Pasti. Bahwa dia TIDAK. AKAN. PERNAH. Mencintaiku ! Entah bagaimana, aku bisa merasakannya. Aku tahu itu dari dulu. Mungkin ini mukjizat, bisa juga bukan. Tapi aku bisa merasakan perasaan lawan bicaraku, nyaris seperti empathy. Hanya saja aku tidak begitu percaya hal2 seperti itu hingga menyebutnya analisis yg nyaris tak pernah meleset. Well, sebelum ini tidak pernah. Tapi siapa tahu di masa akan datang, aku bisa saja salah. Atau itulah yg selalu kuharap setiap kali menganalisis-nya. Bahwa aku bisa saja salah, ini bukan empathy, tidak mungkin dia tidak mencintaiku. Ok, bukan sekarang, paling tidak nanti, atau pernah ?. Tapi aku tahu, nyaris sadar, kalau saat ini aku hanya menghibur diri. Well kalo tdk, apalagi yg bisa membuatku bertahan ?
Rasanya hancur setiap kali melihatnya, berbicara dgnnya dan lagi-lagi empathy-ku menegaskannya. Berulang kali.
Tidak ada cinta, dia tidak mencintaiku Tidak sekarang juga tidak nanti. Tidak ada harapan untukku
Aku hancur… hanya bisa berdiri tegak, dan tersenyum. Agar orang lain tak pernah tahu. Bahwa AKU pecundang yg kalah dgn amat menyedihkan.
Selalu seperti itu. Setiap kali. Dan entah masih berapa kali lagi aku harus berhadapan dgnnya? Selama hidupku.
Aku takut berhadapan dgnnya. Takut mendengar suaranya. Takut melihatnya bahkan takut mengingatnya. Karma hanya mengulang kehancuranku. Mungkin kata hancur sedikit berlebihan, tapi itulah tepatnya yg kurasakan. Seperti batu karang yg perlahan-lahan terkikis ombak. Mengulang rasa sakit itu, seperti bunuh diri berulang kali. Aku takut. Tapi tak bisa mengemukakan alasan yg tepat utk tidak menemuinya lagi. Ingin rasanya meninggalkan dia begitu saja utk selamanya. Selain mati, rasanya tdk ada alasan lain yg cukup masuk akal utk itu. Bagaimana membuat orang di sekitarku mengerti mengapa aku tak mau berada di dekatnya. Mengapa aku sebisa mungkin tdk ingin melihatnya lagi. Tidak ingin membicarakannya, atau berbicara dgnnya. Mudah saja kalau aku mau berterus terang pada mereka. Tapi aku tidak mau.
Aku tak mau mengakui kekalahanku. Tdk mau mengakui kelemahanku. Rasa sakitku. Yg akan semakin dalam dan melebar jika berada semakin sering dan semakin dekat dgnnya. Aku tak ingin dia tahu. Cukup aku dan hatiku.

MASALAH TIM-KPS

Entah mengapa 2 karyawati lainnya Yayuk dan Nining kadang klop kadang kayak air vs minyak. Yayuk yg males ngerjain hal2 remeh macam bersih-bersih ato nyupir (nyuci piring) membuat Nining yg selalu dapat jatah ngerjain hal2 remeh tsb (ditemenin aku tentunya) jadi bete oleh sikap Yayuk en Yuni yg sok profesional. Type wanita karir jaman sekarang yg ogah terjun ke dapur dan lebih milih duduk di belakang meja ngutak-atik komputer. Itulah Yayuk dan Yuni.
Sebaliknya dgn Nining yg tipe gadis rumahan. Nggak tahan liat lantai yg kotor, meja yg berdebu ato dapur yg seperti kapal pecah.
Note: Kami nggak punya office Boy, jadi yg ngerjain semua hal2 remeh tsb hanya aku dan Nining.
Tapi ada saat dimana Yayuk dan Nining kompak, yaitu saat mereka berdua sama2 bete dgn sikap yuni yg ngebossy.
Aku? Aku udah pernah tinggal satu kos dgn Yuni selama dua tahun, jadi udah paham sifatnya luar dalam. Sekarang aku sudah bisa berkelit dari sifat ngeboss-nya Yuni. Juga sudah membangun benteng pertahanan dari gelombang sinyal remote control si Yuni.

TIM KERJA PUTUS SAMBUNG

Salah satu minusnya jadi perempuan adalah sulitnya mempertahankan solidaritas, tenggang rasa dan kekompakan dalam tim kerja. Maklum, yg namanya cewek, pasti banyakan mulutnya ketimbang tangan yg bekerja.

Itu pula yg kualami selama dua tahun ini. Aku kerja di bidang perbankan sih, udah 4 tahun. Tapi, dua tahun sebelumnya pegawai yg bergnre cewek cuman aku seorang. Jadi deh, aku wanita tercantik di kantorku ^_^. Sampe terjadinya perombakan besar-besaran di kantorku. Kami yg semula bermukim di daerah, kini bermarkas di pusat kota. Otomatis jumlah pegawaipun ditambah. Dan menuruti selera konsumen yg notabene tua-tua keladi, bosku merekrut 3 karyawati cantik yg berbuntut masalah demi masalah.

Masalah 1 : Yuni yg gayanya bonafid abis, pindahan dari perusahaan maskapai penerbangan. Tidak merasa cocok dgn Pak Manager kami yg menurut aku sebenarnya sifatnya nggak jauh beda dgn si Yuni ini. Cuman bedanya yg satu cowok, satunya cewek. Mereka tipe diktator alias ngebossy dan gak suka menjadi pesuruh. Tapi kalo yg ngasih perintah adalah Big Boss, jangankan cuman ngurus berkas, mendaki gunung Himalaya pun mereka sanggupi. Nggak suka ngeluarin duit kecuali ada maunya di belakang hari. Meski gajinya jutaan, tetap aja lebih suka minta ditraktir sama kami2 yg cuman dapat gaji ratusan. Bener2 penuh perhitungan, deh!. Giliran kalo ada salahnya, langsung pasang tampang tak berdosa. Aku sebel tapi harus kuakui kinerja mereka, oke punya! (walau yg menyuruh harus Big Boss dulu!)

LOVING HIM PART4

Tapi seperti dugaanku, tinjunya hanya melayang di udara

Dia lalu membalikkan badan dan menyuruhku pergi

Aku senang karena dugaanku tak meleset

Dia tidak menakutkan. Dia bukan horor

Esoknya aku menyapa dia di sekolah

Kuabaikan tatapan ngeri orang-orang di sekitar kami

Aku diam menunggu balasan sapa darinya

Tapi dia berlalu begitu saja.

Namun samar-samar aku mendengar suaranya.

“Hoi” bisiknya.

Akupun tertawa.

LOVING HIM PART3

Bahkan aku yg pemalu tak bisa berhenti memandangnya.

Menikmati keindahan alam, alasanku setiap kali mencuri pandang kearahnya

Dia memang pernah menghardikku. Tapi kupikir itu hal yg wajar

Siapapun akan marah jika dipandangi terus menerus

Aku justru memanfaatkan kesempatan itu.

Dia menantangku berkelahi, dan aku menerimanya.

Dia menungguku sepulang sekolah, akupun bolos di jam terakhir.

Dia mendekat, aku juga mendekat

Dia mengepalkan tinju, akupun begitu, namun hanya utk menghadangnya

Sama sekali tdk ada keinginan utk menghajarnya.

Bagaimana mungkin aku bisa?

LOVINGN HIM PART2

Tidakkah mereka melihat apa yg kulihat?

Seorang anak lelaki yg berkulit putih bak pualam

Bermata biru seperti langit cerah

Berambut kecoklatan yang menyilaukan kala tertimpa sinar surya

Setiap helainya begitu lembut laksana awan kala disentuh

Bibirnya merah, lebih merah dari warna bibirku.

Badannyapun hanya sedikit lebih tinggi dari badanku.

Ototnya yg kupikir wajar dimiliki setiap anak lelaki seumur dia

Bagaimana bisa mereka memalingkan muka darinya?

Bagian manakah dari tubuhnya yang membuat orang benci memandangnya?

LOVING HIM

Dia hanyalah orang biasa.

Tak punya titel lain selain 'preman'

Tak punya julukan lain selain 'orang barbar'

Punya otot tapi tak seperti Ade Ray

Punya lompatan yg tinggi, tapi tak setara Michael Jordan

Punya tinju tapi tak sebanding Mike Tyson

Sungguh biasa-biasa saja.

Tapi mengapa orang takut padanya?

Mengapa guru melarangku bergaul dengannya?

Mengapa sobatku menjauhkan aku darinya?

Mengapa kakakku memelototinya seolah ingin menelannya?

Mengapa semua orang berusaha membuat jarak dgnnya ?

LOVING PARENTS

Sebenarnya cinta ortu kepada anaknya itu gimana, ya?
Jujur saja, kalau di duniaku sih, yang namanya cinta karena hubungan darah tuh, nggak ada! Dari kecil ortuku sudah memperlihatkan itu pada kami, anak-anaknya. Yang diberi penghargaan dan yang mendapat lebih perhatian dan cinta adalah yang mampu mengambil hati mereka. Itu bisa kekasih, karyawan atau kucing di pinggir jalan juga nggak papa. Yang pasti kami yg merupakan anak dari orang yg nggak mereka cintai sama sekali nggak kebagian jatah yg satu itu. Padahal yg salah itu kan mereka dulu. Coba mereka menikah dgn orang yg mereka cintai, tentunya kami nggak usah lahir dan mereka bisa mendapatkan anak dari orang yang mereka cintai. Malang amat nasib mereka.

Aku sih, senang-senang saja terlahir di dunia. Meski itu berarti aku berbahagia di atas derita mereka. Tapi masak sih aku harus ikut down, hanya karena mereka nggak bisa mencintai kami. Masih banyak orang di dunia yg bisa kami cintai dan sebaliknya. Tidak harus mengharap dari mereka saja, kan? Moga-moga suatu hari nanti mereka bisa mengerti, bahwa meski kami bukan anak dari orang yg mereka cintai, rasa cinta kami ke mereka nggak kalah dari anak-anak yg terlahir oleh orangtua yg saling mencintai. ceilee...!

Untuk sekarang, aku tidak akan menuntut atau meminta apapun dari mereka selain duit. Ini juga karena aku belum mapan. Kalau sudah mapan, sesenpun tidak akan kuminta, kok!

Dari sini aku bisa ngambil kesimpulan. Cinta itu kadang merusak juga ya? Hanya karena kami bukan buah cinta mereka, akhirnya jadi seperti ini. Dan dengan mengatasnamakan cinta mereka bercerai dan kawin lagi dgn kekasih yg mereka cintai. Meninggalkan anak yg tidak mereka cintai. Padahal hubungan kami semestinya lebih dekat dari hubungan cinta antar pria-wanita. Karena kami adalah darah dan daging mereka.

Tapi..mungkin kalau aku ada di posisi mereka, aku juga akan berbuat yg sama. Apalagi aku sudah menjadi korbannya, rugi amat kalau nggak berbuat hal yg sama. Meski di dalam hati aku terus berdo'a agar tidak mengulang kesalahan yg sama. Aku ingin bisa menjadi orangtua yg mencintai dan dicintai oleh anaknya dengan tulus ikhlas, walau mungkin aku akan dinikahkan dgn pria yg tidak aku cintai. Soalnya anak'kan lebih spesial dari siapapun? Titipan Tuhan, lho!